Mencari Bahasa Kita
Di meja makan
Kau menyeduh doa-doa suci.
Menyajikan setumpuk ketenangan
hangat yang bau nya semerbak
memenuhi seisi rumah.
Mengunyah tangis yang kau petik
dari halaman belakang rumah
yang tumbuh lebat.
Di dalam tubuh kau
hanya tersisa api kecil
yang cukup menghangatkan kami
dari gigil dan kebanjiran air mata.
Di dalam rumah
kau simpan kamus bahasa Indonesia
tapi kau tak mengerti bahasa kami.
Tak ada warna yang dilukis pada wajah kau
sebab menjadi cantik adalah membangun pondasi rumah sakit.
Kau berkaca: beberapa helai kenangan
jatuh di lantai rumah kau sendiri.
Sementara kami saling menghangatkan usia kau yang sudah dingin.
Apakah aku bisa memesan kemarau
di kening kau yang mendung?
—Gandulan, November 2021
Komentar
Posting Komentar